Ada seorang Ibu yang tinggal di Jakarta menceritakan bahwa sejak maraknya kasus tawuran pelajar di Jakarta, Beliau memutuskan untuk mengantar dan menjemput anaknya yang sudah SMU, sebuah kebiasaan yang belum pernah Beliau lakukan sebelumnya. Terbayang ngerinya, jika pelajar yang tidak terlibat pun ikut menjadi korban serangan. Mengapa pelajar-pelajar tersebut begitu sering terlibat tawuran, seolah-olah mereka telah kehilangan akal sehat, dan tidak mampu membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang tidak ? Mengapa begitu banyak remaja terlibat dalam narkoba dan seks bebas ? Apa yang salah dari semua ini ?
Seperti yang telah dibahas dalam artikel lain di sini, remaja adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun, mereka akan mengalami periode perkembangan fisik dan psikis sebagai berikut:
- Masa Pra-pubertas (12-13 tahun)
- Masa pubertas (14-16 tahun)
- Masa akhir pubertas (17-18 tahun)
- Dan periode remaja Adolesen (19-21 tahun)
Masa pra-pubertas (12-13 tahun)
Masa ini sering disebut sebagai masa pueral, yaitu waktu di mana anak-anak memasuki fase peralihan dari masa kanak-kanak menjadi remaja. Pada anak perempuan, fase ini cenderung lebih pendek dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada masa ini, terjadi perubahan besar pada remaja, seperti peningkatan hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ-organ seksual serta reproduksi remaja. Selain itu, perkembangan intelektualitas juga terjadi dengan cepat pada fase ini. Akibatnya, remaja sering kali bersikap kritis (karena merasa mengetahui segalanya), yang dapat termanifestasikan dalam bentuk pembangkangan atau penolakan terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang dianggap baik, dan menjadikannya sebagai panutan atau idola. Perilaku ini seringkali diikuti dengan meniru segala hal yang dilakukan oleh idola mereka, mulai dari gaya rambut, cara berbicara, hingga gaya hidup idola tersebut.
Pada masa ini, remaja juga lebih berani dalam mengungkapkan keinginan dan pendapat mereka, serta akan berusaha dengan keras mempertahankan pendapat mereka. Hal ini seringkali dianggap sebagai sikap memberontak oleh orang tua. Remaja tidak ingin dianggap sebagai anak kecil lagi dan lebih memilih untuk bergaul dengan teman sebaya yang memiliki minat yang sama. Mereka juga cenderung menentang tradisi keluarga yang dianggap kuno dan tidak relevan, serta peraturan-peraturan yang dianggap tidak adil, misalnya larangan berkunjung ke tempat lain setelah sekolah. Mereka semakin kehilangan minat untuk bergabung dalam kelompok sosial formal dan lebih memilih untuk bersama teman-teman dekat mereka. Sebagai contoh, mereka mungkin akan memilih untuk bermain dengan teman terdekat daripada menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah saudara.
Tetapi, pada waktu yang sama, remaja juga membutuhkan bantuan dan dukungan konstan dari orang tua mereka, jika mereka tidak mampu mengatasi tantangan yang mereka hadapi. Ini adalah periode yang krusial. Jika orang tua tidak bisa memahami dan membantu remaja mengatasi konflik yang mereka alami, remaja akan mencari bantuan dari orang lain. Orang tua harus ingat bahwa masalah yang dihadapi remaja, meskipun terlihat sepele bagi orang tua, sebenarnya sangat berat bagi remaja itu sendiri. Orang tua tidak boleh meremehkan masalah yang dihadapi oleh remaja dengan kata-kata seperti, "Itu kan hal kecil, kenapa kamu tidak bisa menyelesaikannya? Kamu bodoh sekali!", dan sebagainya. Melainkan, perhatian dan pengertian dari orang tua bahwa masalah tersebut memang berat bagi remaja, akan membantu remaja merasa bahwa orang tua adalah tempat yang tepat untuk mencari bantuan dan arahan. Hal ini akan mempermudah orang tua untuk membimbing perkembangan psikis anak mereka.
Masa pubertas (14-16 tahun)
Masa ini juga dikenal sebagai masa remaja awal, dimana perkembangan fisik remaja sangat signifikan. Remaja merasa cemas dengan perubahan fisik yang mereka alami, namun juga merasa bangga karena ini menandakan bahwa mereka bukan lagi anak-anak. Emosi remaja pada masa ini sangat labil karena pengaruh hormon seksual yang sedang berkembang dengan cepat. Dorongan seksual juga mulai muncul pada periode ini. Pada remaja perempuan, pertanda awal adalah datangnya menstruasi pertama, sedangkan pada remaja laki-laki, mimpi basah pertama. Remaja mungkin merasa bingung dan malu tentang hal ini, oleh karena itu orang tua perlu mendampingi dan memberikan pemahaman yang tepat tentang seksualitas. Jika tidak ditangani dengan baik, perkembangan psikis remaja, terutama dalam hal identitas diri/gender dan seksualitas, dapat terganggu. Banyak kasus identitas seksual yang bermasalah bermula dari kegagalan dalam menghadapi tahap ini.
Selain itu, pada masa ini remaja mulai memahami tentang rasa malu, penampilan, dan daya tarik seksual. Dikarenakan kebingungan yang mereka rasakan serta perubahan emosi yang labil akibat perkembangan seksualitas, remaja seringkali sulit untuk memahami perasaannya. Mereka bisa bersikap kasar pada satu waktu, namun lembut pada waktu yang lain. Terkadang mereka suka terdiam dalam lamunan, namun tiba-tiba menjadi ceria. Perasaan sosial remaja semakin memengaruhi mereka, dan mereka cenderung untuk bergabung dengan kelompok yang mereka sukai serta membuat aturan-aturan berdasarkan pemikiran mereka sendiri.
Pada akhir masa pubertas (17-18 tahun), remaja yang berhasil melewati masa sebelumnya dengan baik akan bisa menerima diri mereka sendiri, baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka juga akan merasa bangga dengan bentuk tubuh mereka yang menjadi penentu harga diri. Namun, masa ini berlangsung sangat singkat. Pada remaja perempuan, fase ini berlangsung lebih singkat daripada remaja laki-laki, sehingga proses kedewasaan mereka lebih cepat dicapai. Biasanya, kematangan fisik dan seksualitas sudah tercapai sepenuhnya, namun kematangan psikologis masih butuh waktu.
Selanjutnya, pada periode adolesen (19-21 tahun), remaja umumnya sudah mencapai kematangan yang lengkap, baik secara fisik, emosional, maupun psikologis. Mereka akan belajar tentang konsep-konsep abstrak dan mulai mengejar idealisme yang mereka miliki. Mereka menyadari bahwa mengkritik sesuatu lebih mudah daripada menghadapinya. Sikap remaja terhadap kehidupan mulai terbentuk dengan jelas, termasuk cita-cita, minat, bakat, dan lainnya. Arah kehidupan serta karakteristik yang menonjol akan mulai terlihat pada fase ini.
Kenakalan remaja seringkali dipicu oleh masalah perkembangan jiwa yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak dan remaja. Periode-periode ini berlangsung singkat namun memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan fisik, psikis, dan emosi remaja. Kenakalan remaja sebenarnya merupakan hasil dari konflik-konflik yang tidak teratasi dengan baik pada masa lalu, baik itu trauma dari masa kecil, perlakuan kasar dari lingkungan sekitarnya, atau bahkan ketidakamanan akibat kondisi ekonomi yang membuat mereka merasa rendah diri.
Untuk menangani kenakalan remaja, diperlukan upaya untuk memulihkan emosi mereka yang terluka akibat pengalaman masa lalu. Trauma dan konflik-konflik psikologis yang menghantui harus diselesaikan, sementara lingkungan baru yang lebih baik harus diciptakan untuk mereka. Namun, siapakah yang seharusnya bertanggung jawab atas hal ini? Orang tua? Mereka seringkali sibuk dengan pekerjaan dan masalah hidup sendiri. Saudara? Mereka juga memiliki masalah masing-masing. Pemerintah? Atau siapa lagi?
Tidaklah mudah untuk menemukan jawabannya. Namun, memberikan lingkungan yang positif sejak dini, sambil memahami dengan baik perkembangan anak-anak kita, dapat membantu mengurangi angka kenakalan remaja. Setidaknya, hal itu dapat mencegah penambahan kasus yang ada saat ini.
0 Komentar