Manusia dilahirkan dalam keadaan yang rentan dan memerlukan bantuan orang lain, tetapi seiring berjalannya waktu, mereka mulai belajar untuk mandiri. Proses ini adalah alami bagi semua makhluk hidup, termasuk manusia. Kemandirian bukan hanya tentang tidak tergantung pada orang lain, tetapi juga tentang bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Selama masa remaja, tuntutan untuk menjadi mandiri sangat besar. Jika remaja tidak belajar untuk mandiri dengan baik, hal ini dapat berdampak negatif pada perkembangan psikologis mereka di masa depan. Banyak remaja merasa frustrasi dan kecewa karena masih terlalu diatur oleh orang tua, meskipun mereka sudah cukup usia.
Contohnya, ketika memilih jurusan sekolah atau perguruan tinggi, masih banyak orang tua yang memaksakan kehendaknya pada anaknya, meskipun anak tersebut tidak tertarik. Hal ini dapat menyebabkan remaja kehilangan motivasi belajar dan bahkan berakhir dengan putus sekolah.
Peran orangtua sangat penting dalam membentuk kemandirian anak. Orangtua perlu memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kemampuan, mengambil inisiatif, membuat keputusan, dan bertanggung jawab atas tindakan mereka. Dengan begitu, anak akan belajar untuk mandiri dari ketergantungan pada orangtua.
Kemandirian anak dapat tumbuh baik jika diberi peluang untuk berkembang melalui latihan yang terus-menerus sejak dini. Latihan tersebut bisa berupa memberikan tugas-tugas tanpa bantuan sesuai dengan usia dan kemampuan anak.Ini akan membantu anak mengalami perkembangan yang positif dalam hal kemandirian.
Mengajarkan kemandirian kepada anak sejak dini akan memberikan dampak positif pada perkembangan mereka. Semakin awal anak belajar tentang kemandirian, semakin baik pula kemampuan mereka untuk mengembangkan potensi diri menuju kesempurnaan. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk memberikan latihan kemandirian yang sesuai dengan usia anak.
Misalnya, bagi anak usia 3-4 tahun, orangtua dapat memberikan latihan seperti memasang kaos kaki dan sepatu sendiri, serta merapikan mainan setelah bermain. Sementara bagi remaja, orangtua dapat memberikan kebebasan dalam memilih jurusan atau bidang studi yang diminati, serta memberikan tanggung jawab kepada remaja untuk menentukan jam pulang jika mereka keluar malam bersama teman-temannya.
Penting juga bagi orangtua untuk mendengarkan pendapat anak dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berargumentasi terkait keputusan yang mereka ambil. Dengan memberikan latihan kemandirian tersebut, diharapkan anak akan semakin mampu berpikir secara objektif, tidak mudah terpengaruh, berani mengambil keputusan sendiri, memiliki rasa percaya diri, dan tidak tergantung pada orang lain. Dengan demikian, kemandirian anak akan berkembang dengan baik.
Kebutuhan psikologis akan kemandirian merupakan suatu tugas penting bagi remaja. Dengan kemandirian tersebut, remaja harus belajar dan berlatih untuk membuat rencana, memilih alternatif, mengambil keputusan, bertindak sesuai dengan keputusannya sendiri, serta bertanggung jawab atas segala tindakannya. Dengan begitu, remaja akan secara bertahap melepaskan diri dari ketergantungan pada orangtua atau orang dewasa lainnya dalam berbagai hal.
Pendapat ini didukung oleh para ahli perkembangan yang menyatakan bahwa kemandirian pada masa remaja lebih bersifat psikologis daripada pada masa anak-anak. Hal ini terlihat dari kemampuan remaja untuk membuat keputusan sendiri dan berperilaku sesuai dengan keinginannya.
Dalam proses pencarian identitas diri, remaja cenderung melepaskan diri dari ikatan psikis dengan orangtua mereka secara bertahap. Mereka ingin diperlakukan dan dihargai sebagai orang dewasa, sebagaimana yang dijelaskan oleh Erikson (1992) sebagai "proses mencari identitas ego" atau pencarian diri. Dalam proses ini, remaja ingin mengetahui peran dan kedudukan mereka dalam lingkungan sekitar serta ingin memahami diri mereka sendiri.
Kemandirian seorang remaja dapat diperkuat melalui proses sosialisasi yang terjadi antara mereka dan teman sebaya. Menurut Hurlock (1991), melalui interaksi dengan teman sebaya, remaja belajar untuk berpikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri, serta menerima atau menolak pandangan dan nilai yang diberikan oleh keluarga. Mereka juga belajar tentang pola perilaku yang diterima di dalam kelompok teman sebayanya, yang menjadi lingkungan sosial pertama di luar keluarga.
Dalam mencapai kemandiriannya, remaja seringkali menghadapi hambatan karena masih merasa perlu tergantung pada orang lain. Sebagai contoh, remaja mungkin mengalami dilema antara mematuhi keinginan orangtua atau mengikuti keinginannya sendiri. Jika ia memilih untuk mematuhi keinginan orangtua, maka kebutuhan ekonominya akan terjamin karena orangtua akan membantu sepenuhnya. Namun, jika ia tidak mengikuti keinginan orangtua, orangtuanya mungkin tidak akan mendukungnya secara finansial, yang bisa menimbulkan konflik internal dan membuat remaja merasa bingung.
Penerimaan dari teman sebaya sangat penting bagi remaja karena mereka membutuhkan pengakuan dan dukungan untuk merasa diterima di dalam kelompoknya. Oleh karena itu, remaja harus belajar bagaimana berinteraksi dengan teman sebaya mereka untuk menciptakan rasa keamanan dan kepercayaan di lingkungan sosial mereka.
Konflik tersebut akan berdampak pada remaja dalam usahanya untuk menjadi mandiri, menyebabkan kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Dalam beberapa kasus, remaja bisa merasa frustrasi dan menyimpan kemarahan yang mendalam terhadap orangtua atau orang lain di sekitarnya. Frustrasi dan kemarahan ini sering kali diekspresikan melalui perilaku yang tidak ramah terhadap orangtua atau orang lain, bahkan bisa membahayakan dirinya sendiri dan orang lain di sekitarnya. Hal ini tentu akan merugikan remaja karena menghambat proses kedewasaan dan kematangan psikologisnya. Oleh karena itu, pemahaman orangtua terhadap kebutuhan psikologis remaja untuk mandiri sangat penting dalam menyelesaikan konflik yang dihadapi remaja.
0 Komentar